Blogroll

       HOME        LINK        ABOUT        FOLLOW      

11.11.2017

Coffee & Korean Food

After dropping analog camera for service at Pasar Baru, we randomly stopped by Maxx Coffee Cideng for wifi, we noticed that it's a brand new coffee shop as we passed this area several times. Apparently it's a new franchise local coffee brand (yes, these photos were taken last year haha).

I know nothing about coffee, so I just ordered what the employee recommend: Roasted Almond Latte and a fancy looking coffee, I forget its name :))





Later on, Ian's friend & her girlfriend joined us and recommended a Korean restaurant nearby named Gang Gang Sullai. Apparently it's one of the oldest Korean resto, sebelum korean food booming di Jakarta. They told us that the resto is well known in Semarang. Maybe that's why the interior is very very Javanese :)) Love the food thou



Yashica FX 3 + Fuji Industrial 100
DIY Tetenal C41 + Pakon F135






11.05.2017

Trekking | Catper Gunung Sumbing via Mangli Kaliangkrik

Liburan tahun baru 2017 gw dan Ian ingin menghabiskan waktu di gunung, sampai ditanyain orang-orang, udah mau nikah kok masih nanjak, yaterus? :)) *mungkin pamali gitu kali ya maksudnya :D Kami pun mencari-cari korban yang mau ikutan, seperti biasa teman kami Ginting jadi peserta pertama. Kami bertiga pun berhasil mengajak teman-teman yang baru kami kenal di Gunung Merbabu. Asik! Seru nih ditemenin sama warga lokal Magelang, Anggi & Iyan, sekalian reuni. Di perjalanan kali ini pun gw jadi satu-satunya perempuan di kelompok. Anggi & Iyan nyaranin untuk naik Gunung Sumbing via Mangli-Kaliangkrik. kalau kita bertiga mah iya-iya aja lah percaya saran mereka :))

Pendakian Gunung Sumbing sebenernya ada beberapa pilihan jalur seperti Garung (mungkin ini yang paling populer), Cepit, Bowongso dan Kaliangkrik. Jalur Kaliangkrik yang lebih populer dimulai dari basecamp Butuh, bukan Mangli. Menurut Anggi & Iyan, jalur Mangli ini baru dibuka jadi lebih sepi dan viewnya paling bagus! *waini yang dicari. Seperti biasa, tujuan kami bukan puncak tapi view yang kece dan masak-masak karena makanan di gunung rasanya lebih niqmadh.

Kami bertiga (gw, Ian & Ginting) berangkat dari Jakarta menuju Stasiun Semarang Poncol tanggal 29 Desember malam, jadi kita masih punya waktu santai untuk jalan-jalan di Magelang & belanja logistik. Dari Semarang, kami naik bus ke arah Magelang dan naik angkot untuk ke rumah keluarga Anggi yang berbaik hati menampung kami :D

Di Magelang keresahan dimulai, infonya Gunung Sumbing ditutup karena badai, jengjeeeeng. Kami sempat mikir apa kita ke Gunung Lawu aja, tapi infonya ditutup juga haha. Alhamdulilah tapi setelah beberapa kali tanya-tanya basecamp Mangli, katanya jalur masih aman. Tanggal 30 Desember setelah Maghrib, kami pun berangkat ke rumah Bapak Kepala Desa Mangli yang berfungsi sekaligus sebagai basecamp. 

Pak Kades ramah sekali dan amanah. Kami disuguhi teh hangat, beliau pun bercerita tentang pembangunan desa Mangli oleh warga dibiayai pemerintah. Jadi jalur setapak dari desa sampai ke gunung itu dilakukan oleh warga sendiri jadi lebih cepat selesai dan transparan, ntab! Pak Kades juga yang menjelaskan jalur Mangli ke puncak dengan peta sederhana yang ada di dinding ruang tamunya, mulai dari pos-pos, sumber air, jalurnya seperti apa dan waktu tempuhnya. Tapi percayalah, waktu tempuh warga setempat seperti Pak Kades ini berbeda dengan kemampuan kita. Bahkan Anggi & Iyan sekalipun yang sama-sama warga Magelang dan pernah beberapa kali nanjak jalur ini, gak kuat menandingi Pak Kades :))

Malam itu juga kami berangkat dari rumah Pak Kades, nyicil dulu sekuat kami mumpung sudah tidak hujan (di Magelang hujan seharian waktu itu). Dari desa Mangli, kita akan melewati area ladang melalui jalan setapak batu yang dibuat oleh warga. Sesampainya di Pos 1 (yang mana itu masih batas antara ladang warga dan hutan pinus)...
"Indomie sek yo indomie" 
"haaa yo ayo"
dan berujung ke percakapan lain dalam bahasa Jawa, sementara itu si Ginting mulai roaming karena dia satu-satunya yang ga ngerti :))

Pos 1, batas ladang dan hutan pinus

Target hanyalah target, yang tadinya cuma mau buka kompor & nesting akhirnya malah buka tenda. Kami hanya bisa menertawai diri sendiri yang kalah kuat sama Pak Kades, yang umurnya tentu jauh di atas kita haha. Padahal tadinya di rumah Pak Kades, target kita ngecamp di area setelah Sungai, sebelum Pos 2. Area sungai itu lembah yang pastinya bakal dingin banget dan area hutan pinus itu ga nyaman buat ngecamp (selain gak rata, katanya agak spooky juga haha). 

Esok paginya setelah masak tumis kangkung dan tempe goreng, kami berangkat dari Pos 1 menuju kedalaman hutan pinus. Menurut gw, hutan ini salah satu hutan paling cakep di antara gunung-gunung yang pernah didaki. Di dalam hutan kita juga nemuin beberapa pohon yang baru tumbang yang melintang di jalur, mungkin karena hujan angin besar akhir-akhir ini.


kabut di hutan pinus


kabut asap rokok :))
area hutan pinus

"Nih namanya taneman angin-angin", kata Anggi sambil nunjukin taneman yang bentuknya serabut gemesh.
"Ini ditaroh gini aja idup nih, ga perlu air apa tanah", kata Anggi lagi sambil jatohin itu taneman terus jalan lagi.
"Oooo", kita yang bukan warga lokal dan norak-norak ini pun ikut pegang taneman sambil mengagumi.
Beberapa bulan kemudian setelah perjalanan ini, gw baru tau dari temen yang punya usaha kaktus & succulent kalau si taneman angin-angin itu harganya mahal, bahasa kerennya "Air Plant" hahaha.

Setelah melewati hutan pinus, kita akan menemukan sungai dan air terjun kecil. Cocok banget sama lagunya Ninja Hatori, mendaki gunung lewati lembah sungai mengalir indah. Kami leyeh-leyeh sebentar di sini sebelum menuju Pos 2 yang jalurnya sempit, terjal dan kebanyakan pinggirnya berbentuk jurang karena jalurnya memang melipir gunung gitu. 

Anggi, Mas Iyan & Ginting


jembatan kayu untuk menyeberangi sungai

foto bareng temen-temannya Anggi & Iyan, dipersembahkan oleh tripod

Menuju Pos 3, kita akan menemukan persimpangan jalur pertemuan dari Mangli dan Butuh Kaliangkrik. Jalur dari persimpangan ini mulai terbuka, kebanyakan terdiri dari pohon-pohon kering, sedikit edelweis yang belum mekar & tanaman buah kecil yang bisa dimakan, entah apa namanya :))




Sesampainya di Pos 3, cuaca mulai mendung dan gerimis. Anggi & Iyan nyaranin untuk ngecamp di Pos 3 aja, karena ada sumber air kecil (yang ternyata yg nemuin & ngegali sumber air kecil ini si Mas Iyan & Cak Wo, iya cak Wo yang kita becandain si kuncen gunung itu). Ngecamp di sini juga pilihan tepat karena gak lama setelah kita bangun tenda hujan deras turun sampai malam. Kata Iyan juga di atas itu lahannya lebih terbuka dan miring. 

Tidak ada keriuhan malam tahun baru saat itu selain suara jejak pendaki yang kemalaman di jalan karena trek yang licin. Kita pun asik ketiduran karena agenda mau main Uno sambil ngopi nunggu pergantian hari mendadak bubar karena hujan :)))

Dari Pos 3, kita bisa langsung lihat sunrise dan siluet gunung-gunung Jawa Tengah tanpa harus ke Puncak. Puncak dari jalur Kaliangkrik ini katanya sih adalah Puncak Sejatinya Gunung Sumbing, puncak yang paling tinggi, beda dengan puncak dari jalur lain misalnya Garung. 

sunrise dari Pos 3







suasana pagi di Pos 3

Selama ngecamp di Pos 3 dan melihat orang-orang yang lewat, kami menyadari perbedaan warga lokal dan orang dari luar kota saat mendaki. Warga lokal mayoritas cuma pakai sandal jepit biasa atau sendal gunung, tas backpack seadanya dan bawa sarung. Sama seperti Pak Kades, warlok ini jalannya cepet banget :)) Sementara kita bertiga pake trekking shoes yang high, jaket lengkap, carrier dan embel-embel lainnya. Anggi & Iyan pun cuma pakai sendal gunung, tapi tetap pakai jaket gunung & carrier haha.

Well, first day of new year, well spent! :)

Yashica FX3 - Kodak Ektar 100 (expired)
DIY C41 + Pakon F135
Gunung Sumbing via Mangli, December 2016-Januari 2017